Banyak yang heran ketika saya touring menggunakan sepeda single speed, khusunya kawan-kawan dari kauh federalist dan mountain bike, karena mereka lebih sering memakai sepeda dengan speed yang saya firkir berlebihan, dan pada akhirnya di tanjakan ndorong juga. Dari 7-11 speed bahkan ada yang memakai mega crank.
Februari memasuki bulan ke delapan perjalanan saya, dan telah tiba di kota Ternate Maluku utara, gila single speed bisa spai Ternate, mungkin ada yang bilang seperti itu, dan juga banyak muncul pertanyaan dengan sepeda yang saya pakai ini. Dari mulai model yang berbentuk kuno dan jadul, buluk, yang harusnya sudah tidak layak pakai, “ terus itu gimana kalau di tanjakan..?” mungkin lebih dari seratus orang yang bertanya seperti itu pada setiap istirahat atau berjumpa beberapa kawan pesepeda di jalan. Saya jawab dengan enteng saja, kalau di tanjakan ya ndorong, ya karena perjalanan ini begitu woles dan santuy.
Sedikit tentang sejarah sepeda saya, sepeda ini saya beli dari petani yang sedang cari rumput di sawah seharga seratus lima puluh Ribu, dan saya poles sedikit dengan kombinasi sperpart masakini tapi tetap dengan single speed, sepeda ini bermerk BSA (birmingham small arm) yang dirakit dan di buat di inggris, konon sepeda ini menjadi kendaraan perang pada masa perang dunia ke dua, BSA yang sebelumnya memproduksi senjata perang, dan kemudian membuat sepeda, dan juga membuat motor 350cc itu, yang banyak saya temukan di kota Siantar, Sumatra Utara.
Sepeda ini bukanlah brand yang ternama ataupun yang memiliki harga pasaran tinggi, tapi sepeda ini memiliki history dari perang dan pasukan inggris ketika masuk ke nusantara, sebelumnya saya mau bikin sepeda ini seperti orisinil dengan part bawaannya, tapi ternyata partnya sangat mahal dan akhirnya saya bikin sepeda ini hanya untuk touring saya, saya pikir sepeda ini memiliki besi yang kokoh dan kuat, Mungkin, karena lengkangnya waktu sepeda ini putus di bagian lehernya yang sekarang sudah di las listrik dan karbit.
Tak terasa perjalanan ini akan berakhir dua bulan lagi, April saya sudah harus di rumah Indramayu berkumpul dengan keluarga dan merayakan hari raya Iedul fitri.
Februari memasuki bulan ke delapan perjalanan saya, dan telah tiba di kota Ternate Maluku utara, gila single speed bisa spai Ternate, mungkin ada yang bilang seperti itu, dan juga banyak muncul pertanyaan dengan sepeda yang saya pakai ini. Dari mulai model yang berbentuk kuno dan jadul, buluk, yang harusnya sudah tidak layak pakai, “ terus itu gimana kalau di tanjakan..?” mungkin lebih dari seratus orang yang bertanya seperti itu pada setiap istirahat atau berjumpa beberapa kawan pesepeda di jalan. Saya jawab dengan enteng saja, kalau di tanjakan ya ndorong, ya karena perjalanan ini begitu woles dan santuy.
Sedikit tentang sejarah sepeda saya, sepeda ini saya beli dari petani yang sedang cari rumput di sawah seharga seratus lima puluh Ribu, dan saya poles sedikit dengan kombinasi sperpart masakini tapi tetap dengan single speed, sepeda ini bermerk BSA (birmingham small arm) yang dirakit dan di buat di inggris, konon sepeda ini menjadi kendaraan perang pada masa perang dunia ke dua, BSA yang sebelumnya memproduksi senjata perang, dan kemudian membuat sepeda, dan juga membuat motor 350cc itu, yang banyak saya temukan di kota Siantar, Sumatra Utara.
Sepeda ini bukanlah brand yang ternama ataupun yang memiliki harga pasaran tinggi, tapi sepeda ini memiliki history dari perang dan pasukan inggris ketika masuk ke nusantara, sebelumnya saya mau bikin sepeda ini seperti orisinil dengan part bawaannya, tapi ternyata partnya sangat mahal dan akhirnya saya bikin sepeda ini hanya untuk touring saya, saya pikir sepeda ini memiliki besi yang kokoh dan kuat, Mungkin, karena lengkangnya waktu sepeda ini putus di bagian lehernya yang sekarang sudah di las listrik dan karbit.
Tak terasa perjalanan ini akan berakhir dua bulan lagi, April saya sudah harus di rumah Indramayu berkumpul dengan keluarga dan merayakan hari raya Iedul fitri.
Komentar
Posting Komentar