Langsung ke konten utama

Etape 1-2 (cirebon-bumiayu-banyumas-kebumen)


Kami mulai berjalan dari tanggal 20 juni 2018, tepat dari desa tegal gubug, Cirebon barat. Etape pertama kami mengambil jalur pantura dan kemudian sampai di Brebes barat kami belok kanan mengambil jalur tengah, karena kami bertiga ingin melintasi kota Jogja jadi kami harus mengambil jalur yang sedikit banyak tanjakan di daerah Bumiayu Brebes.

Panasnya jalan pantai utara kami lewati hanya beberapa jam saja, kemudian kami melintasi beberapa tanjakan yang sangat ekstrim di wilayah memasuki jalur tengah yaitu di kecamatan prupug, Brebes.

Dan ketika malam tiba cuaca agak kurang bersahabat dengan kami, gerimis pun mengguyur kami bertiga di tengah terjalnya jalan yang berlika liku, sebagai mana kehidupan ini heheheh sok bijak.....
Tepat pada pukul 19:30 kami bertiga di jemput oleh salah satu kawan di Bumiayu, akhirnya tepat pukul 20:00 kami akhiri etape 1 di bumiayu dan menginap di rumah Mang Moeh, ia adalah salah satu anggota dari komunitas ontel bumiayu atau disingkat KOB.

Mungkin inilah momen di mana jarang orang yang mengalaminya, bentuk suatu persaudaraan yang kuat yang kami jalin melalui sepeda, ontel khususnya. Kami berbincang banyak dan saling tukar pengalaman, karena mang muh sendiri ialah seorang pesepeda jarak jauh, dan tak terasa hari mulai larut dan kami pun harus tidur dan beristirahat untuk memulihkan tenaga supaya besok tetap fit......

Pagi pun datang tepat pukul 08:00 kami berangkat melanjutkan perjalanan dari rumah mang muh, dan target kami di etape ke 2 adalah dari bumiayu-kebumen. Etape ke dua inilah yang menurut kami cukup menguras tenaga, karena pagi-pagi kami sudah di sediakan sarapan tanjakan untuk jalur keluar dari kota bumiayu dan memasuki kecamatan Ajibarang,banyumas. Tanjakan yang tiada henti kami nikmati detik demi detik lelah terkalahkan oleh keindahan alam perbukitan banyumas. Kurang lebih kami menempuh Perjalanan sekitar 70km dari mulai bumiayu sampai perbatasan banyumas-kebumen 70km dengan trek yang naik turun bukanlah suatu hal yang mudah bagi kami para pesepeda single speed, dI mana ada tanjakan yang tidak memungkinkan kami naiki kami mendorongnya hingga beberapa kawan kram pada bagian kaki.

Akhirnya selama perjalanan kami tempuh sejauh 120km kami sampai juga di desa ambal kebumen tepatnya sesudah kota kalau dari arah barat. Kami di situ disambit oleh mas baim salah satu anggota dari komunitas sepeda tua lajer atau KOSTILA.

Sebagaimana mang muh, mas baimpun sangat terbuka kepada kami untuk meluangkan waktunya dan rumahnya untuk kami singgahi satu malam.

Ya Sampai etape dua dulu kami bercerita, untuk etape selanjutnya simak terus halaman web ini. Salam satu aspal pesepeda, satu sepeda sejuta saudara........

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca= Melawan

 Ketika sedang maraknya huru-hara di negri ini, ada beberapa anak-anak yang berjuang demi mempertahankan kehidupannya di tengah hutan dari para cukong yang kerap kali membohongi mereka dengan surat-surat yang mereka tidak bisa membacanya, dan harus di cap jempol untuk tanda menyetujuinya.  Lantas cukong itu kembali dengan membawa sejumlah alat pemotong kayu untuk menebang pohon dan membangun lahan dan mengusir kehidupan orang-orang didalamnya dengan alasan surat yang sudah di setujuinya.  Dari situlah saya bilang bahwa membaca adalah melawan, melawan kebodohan, melawan pembodohan. Kita tak mesti sekolah tinggi, kita tak mesti mendapatkan ijasah. mampu membaca dan berhitung tapi kita bisa melawan atas kebijakan yang tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan prikeadilan saja kita sudah sangat merasa berjasa bagi kehidupan kita sendiri.  Membaca melawan ketidak adilan, membaca melawan kesenjangan sosial, membaca melawan segala kasus hak asasi manusia untuk melanjutkan hidupnya s

Prolog

Selamat datang Mungkin anda ingin mengetahui indonesia secara lebih dekat dengan beberapa pengalaman saya tentang daerah-daerah yang saya lalui selama penjelajahan saya menggunakan sepeda di indonesia, Ya, dari mulai suku, adat, budaya, dan agama. Dan mungkin beberapa cerita unik tentang dunia pendidikan atau juga dunia literasi di indonesia yang setiap daerah mempunyai cara berbeda-beda untuk mengembangkan hal tersebut. Dari mulai membahas ekonomi masyarakat, pergerakan pemuda karang taruna, dan bahkan kegiatan pencinta alam. Manusia hidup cuma satu kali saja, maka buatlah hal unik dalam hidupmu, untuk cerita anak cucu kita di hari esok, mungkin beberapa orang menganggap hal yang saya lakukan ialah hal yang gila, tapi saya menganggap masih banyak orang yang lebih gila dari saya, anda mengenal saya berarti anda sudah mengenal salah satu jenis kegilaan pada jiwa manusia heheheheh..... Selama kurang lebih sepuluh bulan saya mengelilingi indonesia, walaupun tidak sampai 34 pro

20.000 Dapet Do'a Apa..?

Sepulang dari expedisi Ziaroh Wali Songo pada mei-juni 2016, saya memilih jalur tengah yaitu dari madura-surabaya-mojokerto-kediri-nganjuk-madiun dan seterusnya sampai di jogja. Sesampainya di hutan mantingan Ngawi saat menuruni jalan, setelah tanjakan yang nggak ada ujungnya, sebuah motor matic menyalipku pelan dari belakang dan menyodorkan uang 20.000 rupiah dan orang itu bilang “tolong doakan saya mas”, lalu saya menjawab ya... Sambil tersenyum. Kemudian saat istirahat saya berfikir 20.000 dapet doa apa ya...? Hehehehe. Bukan saya mau menyepelekan uang 20.000, disini saya berfikir ketika semua orang mengukur segalanya dengan uang. Bukan hanya dalam hal tolong menolong saja, melainkan uang sekarang juga dijadikan tolak ukur bagi para penceramah, di dunia televisi ataupun nyata. Ketika segala sesuatu diukur dengan uang dimanakah harga diri seorang manusia berada, apa iya uang dapat membeli harga diri mereka..? Ya begitulah sekarang yang terjadi, dari mulai penceramah hingga