Langsung ke konten utama

Aku batu dan kau air yang menetes menghancurkan kesedihanku

Aku batu, dan kau adalah air yang menetes menghancurkan kesedihanku. Seindah-indahnya perjalanan ialah menuju rumahmu, dan sesunyi-sunyinya perjalanan ialah ketika kau pergi meninggalkanku. Angin mencumbu daun pada sore yang ranum, aku masih tertidur pulas dalam mimpiku untuk hidup bersamamu. 
Aku melihat sebuah danau di tengah hutan dengan air yang jernih, dan aku berkaca padanya, aku melihat diriku yang sebenarnya, ternyata diriku tak lebih dari seorang yang buruk dan keji, dan mungkin memilikimu adalah bukan sebuah pilihanku untuk melanjutkan kehidupan yang teramat singkat ini. Namun, aku bingung mengapa aku sulit untuk melupakanmu pada setiap jejak langkah yang kualami. Sepertinya kau sudah mendarah daging, dan aku merasa aku bukan orang yang pantas untukmu. Aku bimbang, dan aku merasa, aku lelaki yang sangat lemah, aku tak mampu menampung kesedihanku sendiri. 

Dan beberapa jam saja tak ada kabar darimu, mataku meneteskan air mata. Tapi kau tak tahu semua itu, apa yang aku alami selama ini, menahan, menahan, menahan, dan bersabar. Sementara kau di sana, tak satu pun rasa untuk ku. 
Tak terasa perjalananku semakin jauh dari bibir pantai, dan aku ingin kembali pada sebuah rumah di mana ibu berada, dan aku duduk di pangkuannya dengan beberapa kesedihanku yang kerap kubawa dalam perjalanan ku. 
Terimakasih untukmu yang sudah pernah singgah lama dalam perjalananku, dan maaf aku belum bisa menjadi yang terbaik untukmu. 
(aku menulis dengan air mata) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca= Melawan

 Ketika sedang maraknya huru-hara di negri ini, ada beberapa anak-anak yang berjuang demi mempertahankan kehidupannya di tengah hutan dari para cukong yang kerap kali membohongi mereka dengan surat-surat yang mereka tidak bisa membacanya, dan harus di cap jempol untuk tanda menyetujuinya.  Lantas cukong itu kembali dengan membawa sejumlah alat pemotong kayu untuk menebang pohon dan membangun lahan dan mengusir kehidupan orang-orang didalamnya dengan alasan surat yang sudah di setujuinya.  Dari situlah saya bilang bahwa membaca adalah melawan, melawan kebodohan, melawan pembodohan. Kita tak mesti sekolah tinggi, kita tak mesti mendapatkan ijasah. mampu membaca dan berhitung tapi kita bisa melawan atas kebijakan yang tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan prikeadilan saja kita sudah sangat merasa berjasa bagi kehidupan kita sendiri.  Membaca melawan ketidak adilan, membaca melawan kesenjangan sosial, membaca melawan segala kasus hak asasi manusia untuk melanjutkan hidupnya s

Prolog

Selamat datang Mungkin anda ingin mengetahui indonesia secara lebih dekat dengan beberapa pengalaman saya tentang daerah-daerah yang saya lalui selama penjelajahan saya menggunakan sepeda di indonesia, Ya, dari mulai suku, adat, budaya, dan agama. Dan mungkin beberapa cerita unik tentang dunia pendidikan atau juga dunia literasi di indonesia yang setiap daerah mempunyai cara berbeda-beda untuk mengembangkan hal tersebut. Dari mulai membahas ekonomi masyarakat, pergerakan pemuda karang taruna, dan bahkan kegiatan pencinta alam. Manusia hidup cuma satu kali saja, maka buatlah hal unik dalam hidupmu, untuk cerita anak cucu kita di hari esok, mungkin beberapa orang menganggap hal yang saya lakukan ialah hal yang gila, tapi saya menganggap masih banyak orang yang lebih gila dari saya, anda mengenal saya berarti anda sudah mengenal salah satu jenis kegilaan pada jiwa manusia heheheheh..... Selama kurang lebih sepuluh bulan saya mengelilingi indonesia, walaupun tidak sampai 34 pro

20.000 Dapet Do'a Apa..?

Sepulang dari expedisi Ziaroh Wali Songo pada mei-juni 2016, saya memilih jalur tengah yaitu dari madura-surabaya-mojokerto-kediri-nganjuk-madiun dan seterusnya sampai di jogja. Sesampainya di hutan mantingan Ngawi saat menuruni jalan, setelah tanjakan yang nggak ada ujungnya, sebuah motor matic menyalipku pelan dari belakang dan menyodorkan uang 20.000 rupiah dan orang itu bilang “tolong doakan saya mas”, lalu saya menjawab ya... Sambil tersenyum. Kemudian saat istirahat saya berfikir 20.000 dapet doa apa ya...? Hehehehe. Bukan saya mau menyepelekan uang 20.000, disini saya berfikir ketika semua orang mengukur segalanya dengan uang. Bukan hanya dalam hal tolong menolong saja, melainkan uang sekarang juga dijadikan tolak ukur bagi para penceramah, di dunia televisi ataupun nyata. Ketika segala sesuatu diukur dengan uang dimanakah harga diri seorang manusia berada, apa iya uang dapat membeli harga diri mereka..? Ya begitulah sekarang yang terjadi, dari mulai penceramah hingga