Langsung ke konten utama

Dari Pulau Ke Pulau


Pernahkah kalian berpikir untuk pergi jauh meninggalkan tanah kelahiran, mungkin saya salah satu orang yang di beri kesempatan oleh tuhan dalam mewujudkan impian saya menjelajah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan berbagai suku di dalamnya.

2018 pertama kali saya melakukan long distance dengan rute Jawa-Bali-Lombok, dan saat itu juga saya mengetahui bahwa Indonesia bukan hanya Jawa, bahkan lebih jelas lagi ketika 2019 saya melakukan perjalanan dari Sabang sampai Merauke.

Dan kali ini saya akan mengulas beberapa pulau kecil di Indonesia. Setiap pulau memiliki karakteristik masing-masing, dan dalam satu pulau tidak hanya dihuni oleh satu suku saja, bisa Puluhan suku yang menduduki satu pulau, sebagai mana Jawa.

Pertama kali menginjakkan kaki di Sabang, salah satu kabupaten dari provinsi Aceh, di kagumkan dengan segenap keindahan alam pesisir dan hutan yang rimbun menutupi jalan, masyarakat yang ramah menjadikan saya merasa betah, tapi sayang saya tidak bisa lama, hanya satu, dua hari saja.

Dan pulau kecil selanjutnya adalah kepulauan Bangka Belitung, di sana saya menyeberangi pulau kecil lagi yaitu pulau Ketawai, pulau yang tak berpenghuni, tapi di manfaatkan oleh nelayan menjadi tempat transit untuk tidur dan istirahat dikarenakan rumah yang terlalu jauh, dan di situlah saya pertama kali merasakan kapal nelayan dengan panjang kurang lebih enam meter selama dua jam dalam kondisi tidak bisa berenang.

Dan pulau kecil selanjutnya ialah pulau Gili Trawangan, yang masih masuk dalam Lombok kepulauan, di sana tempat wisatawan asing berpesta, Gili Trawangan di mana sepanjang jalannya adalah bar-bar dengan berbagai macam beer. Dua hari di Gili Trawangan hanya dengan tidur di hammock dan berselimut sleeping bag.

Baca selanjutnya di Dari Pulau ke Pulau (bagian 2)

Komentar

  1. Salam.
    Mas Kholis. Ikut Bangga dengan apa yang telah dirimu lakukan.

    Saranku. Atau mungkin aku bukan orang pertama yang menyarankan ini atau mungkin juga sudah dilakukan :
    Jadikan Buku ceritamu menjelajahi Indonesia dengan sepeda ini, Mas.
    Insyaallah manfaat dan keren.

    Salam Hormat.
    Fikri. Kita sekarang satu Almamater di UIN Jogja, Mas.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pakai Rompi Safety dikira Tukang Parkir

Kini bersepeda tidak seperti dahulu sebelum banyaknya kendaraan bermotor, pesepeda kini harus lebih mengantisipasi terjadinya kecelakaan karena ulah para pengendara bermotor yg tidak banyak memberi jalan kepada pesepeda. Namun, selain itu pesepeda juga harus safety dan bagaimanapun caranya ketika kita bersepeda bisa diketahui oleh pengendara lain, salah satunya ialah memakai rompi safety. Saya memiliki pengalaman menarik terhadap rompi safety yang biasa dipakai para pesepeda, cerita ini saya alami ketika sepulang dari mataram lombok menuju jogjakarta. Seperti biasanya saya memilih istirahat di mini market untuk sekedar ngadem ataupun membeli minuman. Nah ketika itu saya istirahat di sebuah mini market di daerah karanganyar solo. Karena waktu sudah maghrib akhirnya saya memilih ngerest lebih lama di mini market itu sambil menikmati minuman dan beberapa cemilan tak lupa selinting tembakau di tangan. Orang berlalu lalang sambil memandang sepedaku yang mungkin terlihat sedikit sa

Bersepeda Membelah Hutan Baluran

Bagi siapapun yang akan bepergian jauh khususnya kearah timur pulau Jawa pasti akan melewati Taman Nasional Baluran jika kita memilih jalur utara atau pantura. Namun, momen ini akan berbeda ketika kita menjalaninya dengan bersepeda, dengan bersepeda kita akan lebih dekat dengan flora dan fauna yang ada di taman nasional baluran yang terletak di kabupaten situbondo. Di sini saya akan menceritakan perjalanan saat melintasi taman nasional baluran menggunakan sepeda ontel bersama kawan saya fasha. Kami berdua start dari rumah bapak Ibturi yang terletak kurang lebih 100m sebelum alas baluran, bapak ibturi adalah salah satu pegiat sepeda ontel di kabupaten situbondo. Kami mulai start jam 07:00 melintasi taman nasional baluran, di sepanjang jalan kami hanya di temani oleh sekelompok monyet-monyet kecil yang sedang mencari makan di pinggir jalan, biasanya banyak pejalan raya yang mengasih beberapa kacang dan makanan lainnya. Medan jalan yang naik turun lagi-lagi menguras banyak tenaga

20.000 Dapet Do'a Apa..?

Sepulang dari expedisi Ziaroh Wali Songo pada mei-juni 2016, saya memilih jalur tengah yaitu dari madura-surabaya-mojokerto-kediri-nganjuk-madiun dan seterusnya sampai di jogja. Sesampainya di hutan mantingan Ngawi saat menuruni jalan, setelah tanjakan yang nggak ada ujungnya, sebuah motor matic menyalipku pelan dari belakang dan menyodorkan uang 20.000 rupiah dan orang itu bilang “tolong doakan saya mas”, lalu saya menjawab ya... Sambil tersenyum. Kemudian saat istirahat saya berfikir 20.000 dapet doa apa ya...? Hehehehe. Bukan saya mau menyepelekan uang 20.000, disini saya berfikir ketika semua orang mengukur segalanya dengan uang. Bukan hanya dalam hal tolong menolong saja, melainkan uang sekarang juga dijadikan tolak ukur bagi para penceramah, di dunia televisi ataupun nyata. Ketika segala sesuatu diukur dengan uang dimanakah harga diri seorang manusia berada, apa iya uang dapat membeli harga diri mereka..? Ya begitulah sekarang yang terjadi, dari mulai penceramah hingga