Jelajah wisata sejarah kota Banjarmasin, kota yang di juluki
sebagai kota seribu sungai itu menyimpan sejarah banyak dari mulai peradaban
islam sampai budaya lokal.
Banjarmasih adalah nama kampung yang dihuni suku Melayu.
Kampung ini terletak di bagian utara muara sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan
Kuin Utara dan Alalak Selatan saat ini. Kampung Banjarmasih terbentuk oleh lima
aliran sungai kecil, yaitu sungai Sipandai, sungai Sigaling, sungai Keramat,
sungai Jagabaya dan sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah
danau. Kata banjar berasal dari bahasa Melayu yang berarti kampung atau juga
berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang
tepian sungai. Banjarmasih berarti kampung orang-orang Melayu, sebutan dari
dari orang Ngaju (suku Barangas) yang menghuni kampung-kampung sekitarnya.
Penduduk Banjarmasih dikenal sebagai Oloh Masih yang artinya
orang Melayu, sebutan oleh Oloh Ngaju (oloh = orang, ngaju = hulu) tersebut.
Pemimpin masyarakat Oloh Masih disebut Patih Masih yang nama sebenarnya tidak
diketahui. Menurut Hikayat Banjar, ketika menjadi ibu kota kerajaan (1520),
Banjarmasin memiliki pelabuhan perdagangan yang disebut Bandar yang letaknya di
tepi sungai Martapura di sebelah hulu dari muara sungai Kelayan.
Namun, peninggalan Kerajaan Banjar sudah tidak ada, ketika
Belanda datang menjajah dan menduduki banjarmasin semua di babad habis oleh
pasukan Belanda untuk di jadikan kantor-kantor kepemimpinan.
KERAJAAN BANJAR ISLAM
Kerajaan Banjar merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam yang ada di Kalimantan Selatan. Pasalnya kerajaan ini dapat menjadi kesultanan setelah kedatangan pasukan Kerajaan Demak, yang notabene merupakan kerajaan bercorak Islam.
Kerajaan Banjar yang terletak di kawasan Banjarmasin ini memiliki hubungan erat
dengan Kerajaan Daha yang bercorak Hindu. Masa pemerintahan Pangeran Sukarama
yang ingin menyerahkan takhta kepada cucunya yang bernama Pangeran Samudera
banyak menuai konflik karena anak dari Pangeran Sukarama tidak setuju dengan
keputusan tersebut.
Pendapat
tidak setuju yang dihadirkan oleh anak Pangeran Sukarama menyebabkan kekuasaan
kerajaan ini diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sebagai anak tertua.
Namun,
keinginan Pangeran Temenggung dalam mendapatkan takhta menyebabkan pembunuhan
Pangeran Mangkubumi oleh pegawai istana yang telah di hasut oleh Pangeran
Temenggung.
Kondisi
pembunuhan yang telah terjadi menyebabkan Kerajaan daha dipimpin oleh Pangeran
Tumenggung. Kondisi tersebut bahkan menyebabkan Pangeran Samudera pergi
meninggalkan istana dan menyamar menjadi nelayan.
Meski
demikian, salah satu perdana menteri yang ada di kerajaan ini ternyata masih
menganggap Pangeran Samudera sebagai raja.
Perdana
menteri yang banyak bergaul dengan para mubaligh islam ini mengajak Pangeran
Samudera untuk menghimpun perlawanan terhadap Pangeran Temenggung.
Bahkan,
perdana menteri tersebut juga mengusulkan untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Demak. Sehingga Sultan Demak memberi
persyaratan masuk islam ketika kemenangan dapat diraih oleh Pangeran Samudera.
Sejarah
Kerajaan banjar bahkan menunjukkan bahwa Pangeran Samudera menyetujui
persyaratan tersebut, sehingga Sultan Demak mengirimkan bantuan 1000 orang
tentara dan penghulu bersama Khatib Dayan.
Kondisi
ini bahkan menyebabkan Pangeran Samudera memperoleh kemenangan hingga akhirnya
seluruh kerabat dan masyarakat menyatakan diri masuk Islam.
Tentunya,
perpindahan agama yang telah dilakukan oleh semua pihak kerajaan menyebabkan
perubahan corak suatu pemerintahan. Hal ini bahkan menyebabkan Kerajaan Daha
berubah menjadi Kerajaan Banjar pada tahun 1526 Masehi.
Perubahan
nama kerajaan beserta struktur pemerintahan yang dihadirkan menyebabkan
Pangeran Samudera mendapatkan gelas Sultan Sruyanullah atau Sultan Suriansyah.
MASJID TUA KUIN
Masjid Sultan Suriansyah atau sering di kenal sebagai masjid Kuin, adalah salah satu peninggalan Kerajaan Banjar (islam) yang pertama kali di pimpin oleh Sultan Suriansyah.
Alhamdulillah sore tadi berkesempatan tiba di masjid kuno
ini, bangunan yang terlihat estetik dan memiliki karya peradaban tinggi pada
masa abad ke 15 ini, terlihat dari bentuk atap yang mirip seperti tumpeng
dimana juga di pake pada masjid tertua di Demak yang di bangun oleh wali songo.
Konon agama Islam tersebar di Kerajaan Banjar di bawa oleh
seorang khatib Dayan yang diutus oleh Kerajaan ampel dento untuk menyebarkan
agama di pesisir selatan kalimantan itu. Jadi tidak bisa di pungkiri jika
memang dari segi tata ruang dan tiang bangunan sangat mirip sekali dengan
masjid agung Demak.
Masjid ini terletak di desa Kuin yang konon dulunya adalah
pusat dari Kerajaan Banjar di sebelah utara sungai, tidak jauh dari lokasi
masjid ada juga tempat pemakaman Sultan Suriansyah beserta raja Banjar ke ll
dan ke lll beserta keluarga/dzuriatnya.
BERZIARAH KE MAKAM GURU ZUHDI
KH. Ahmad Zuhdiannoor atau dikenal dengan nama Guru Zuhdi lahir pada 10 Februari 1972 di Alabio, Banjarmasin. Beliau merupakan putra dari KH. Muhammad bin Jafri dan Zahidah binti KH. Asli. Ayahnya dikenal sebagai ulama yang cukup terkenal di Banjarmasin. Sedangkan kakeknya dari pihak Ibu, KH. Asli adalah tokoh ulama yang berdomisili di Alabio, Hulu Sungai Utara.
Guru Zuhdi meninggal dunia pada 2 Mei 2020 dalam usia 48
tahun setelah dirawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta dan didiagnosa mengalami
kanker paru, dengan diagnosis diferensial kanker kelenjar getah bening. Jenazah
almarhum diterbangkan dari Jakarta menuju Banjarmasin dan dimakamkan di samping
kediamannya di belakang Masjid Jami Banjarmasin pada malam harinya.
Guru Zuhdi kecil memulai pendidikannya dengan belajar kepada
ia berguru kepada ayahnya, setelah selesai beliau melanjutkan pendidikan formal
dengan Sekolah Rakyat (SR). Setelah itu, beliau melanjutkan dengan belajar di
Pondok Pesantren Al Falah Banjarbaru.
Saat belajar di Pesantren Al Falah, beliau sering
sakit-sakitan, akhirnya berhenti, dan melanjutkan pelajaran pada sang kakek di
Alabio, KH. Asli. Bidang ilmu yang dipelajari di sana yaitu ilmu tajwid, fikih,
tashrif, tauhid, tasawuf.
Setelah kakeknya wafat, ia melanjutkan pengembaraan
pendalaman ilmunya kepada Muallim Syukur di Teluk Tiram, Banjarmasin. Di sana
dia belajar tasawuf, fikih, ushul fikih, dan arudh. Setelah Muallim wafat, Guru
Zuhdi meneruskan belajarnya kepada Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru
Sekumpul)
Guru Zuhdi pernah mengajar selama sekitar dua tahun di
Pondok Pesantren Al Falah. Guru Zuhdi juga membuka pengajian di Masjid Jami,
pengajian di rumah Guru Zuhdi, pengajian di Teluk Dalam, Langgar Darul Iman,
pengajian di Sungai Andai, pengajian di Kota Citra Graha KM 18 dan pengajian di
Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
Banjarmasin
07 Agustus 2021
Komentar
Posting Komentar