Langsung ke konten utama

Banjarmasin-Palangkaraya Via Jalan Pintas



Setelah 4 hari di Banjarmasin, menelusuri jalur-jalur tepi sungai, mengunjungi makam-makam wali Allah dari mulai Abah Guru Zuhdi sampai ke komplek pemakaman kesultanan Banjar, juga dengan bahagia saya dapat menyaksikan langsung bagaimana orang-orang berjualan diatas sampan atau  yang biasa di sebut sebagai pasar apung, tepatnya yang saya kunjungi berada di desa Lokbaintan, sekitar 15 km dari kota Banjarmasin, yang memberatkan saya untuk ke situ bukanlah jarak, melainkan harus bangun pagi. Karena pasar apung mulai beroprasi sekitar pukul 05:00 sampai jam 8 saja.


Hari senin tanggal 09 Agustus pukul 08:00 saya di lepas oleh kawan-kawan dari komunitas sepeda tua indonesia (KOSTI) sampai keluar dari  kota Banjarmasin tepatnya di jembatan sungai Barito, kemudian saya melanjutkan perjalanan seorang diri menuju Palangkaraya yang di perkirakan 2 hari kemudian saya baru sampai di sana. Suhu di  kalimantan sangat panas sekali, bahkan kalau siang hari bisa mencapai 35 derajat celcius, sangat melelahkan sekali untuk orang yang mengendarai sepeda seperti saya. tepat pukul  11:30 sampai di perbatasan Kalimantan selatan dengan Kalimantan tengah, tepatnya di  kabupaten Kapuas dengan suhu yang masih sama dengan sebelumnya.


Hingga tiba di surau kecil pinggir  jalan trans Kalimantan itu, seperti biasa di jam segitu saya merebahkan badan dan kemudian mandi untuk melakukan sholat dzuhur beserta ashar, selama saya di jalan saya selalu melakukan sholat jamak dan qoshor karena saya merasa saya adalah mahluk yang lemah dan tidak mungkin menolak kelonggaran yang telah Tuhan berikan. 


setelah beristirahat cukup lama hampir 2 jam saya melanjutkan perjalanan kembali, jalan sudah menunjukan suasana kota yang akan mulai habis dan di gantikan oleh savana rumput yang sangat hijau terpampang plang peringatan daerah rawan kebakaran.



Di perempatan kedua setelah melewati kota Kapuas saya di tegur oleh bapak-bapak yang membonceng anaknya, lalu bapak itu bilang "mau ke Palangkaraya ya mas..?" lalu saya jawab iya, kemudian bapak itu menunjukan jalan pintas menuju Palangkaraya dengan memberi tahu nama pelabuhan untuk menyebrang sungai Kapuas agar tidak muter lewat jembatan, yang di perkirakan menghemat jarak sekitar 40 km, sangat lumayan sekali bagi pengendara  sepeda seperti saya.

Setelah menyebrangi sungai Kapuas dengan ferry yang tarif nya sangat murah, cukup merogo kocek 2.000 rupiah saya bisa menghemat jarak 40 km. ternyata seberang sungai itu sudah memasuki kabupaten Pulang Pisau, tepat memasuki kota Pulang Pisau pukul 15:00 dan mulai  memantau sekitar  untuk mencari tempat menginap, tepat pukul 16:45 saya berhenti di warung pinggir jalan, makan nasi  sayur asam dan ikan air tawar yang merupakan makanan khas dari daerah tersebut. sambil memantau watsapp. Tiba-tiba hand phone berdering tepat pukul 17:00. Kabar gembira dari kawan di Palangkaraya bahwa saya diarahkan untuk menuju Polres dan bermalam disana, karena ada relasi untuk menginap di  Polres akhirnya saya bergegas kesana tanpa pikir dua kali.  

Singkat cerita saya tibalah di Polres Pulang pisau tepat Adzan Maghrib berkumandang, sedikit di interogasi di gerbang utama. Tapi karena saya ke situ berdasarkan kawan dari Palangkaraya yang kebetulan juga anggota jadi saya tidak harus berdebat cukup lama di gerbang itu, langsung petugas menunjukan rest area yang di sampingnya ialah masjid Polres. Malam berlalu begitu saja, udara yang cukup dingin,suasana jalanan yang mulai sepi dan petugas jaga terlelap dalam mimpi. 

Adzan subuh berkumandang saya terbangun, rupanya semalam tidur tidak begitu nyenyak, suara dan gigitan nyamuk kerap membangunkan saya saat tidur, saya langsung bergegas ke kamar mandi menyiram seluruh tubuh dengan harapan akan lebih segar, dan bergegas menuju masjid yang sudah berkumandang kan ikomah, jamaah yang lumayan banyak untuk sholat subuh, alhamdulillah.

Setelah subuh waktu masih terlalu gelap untuk melanjutkan perjalanan, sambil berkemas menuggu cuaca agak terang, di temani ngobrol dengan salah satu anggota tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 06:00, dan saya pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Palangkaraya yang jaraknya kurang lebih masih mencapai 140 Km lagi. 

Mengayuh kembali menyusuri trans Kalimantan yang ujungnya masih sangat jauh sekali, sambil tengok kiri kanan yang sekiranya ada penjual sarapan. Karena di perjalanan kali ini saya lebih banyak membeli makanan dari pada masak di jalan, karena mengingat masa covid yang tak kunjung usai di tambah perjalanan kali ini juga tepat pada waktu PPKM level 02, dengan bertujuan membantu pemasukan masyarakat sekitar saya lebih sering membeli jajan atau istilah orang jawa (nglarisi) penjualnya.

Singkat cerita, kenapa singkat karena begitu panjang tulisan ini kalau tidak di singkat. Tepat matahari diatas kepala, saya memasuki jembatan Kahayan yang menurut cerita masyarakat setempat jaraknya mencapai 10 Km tanpa tempat berteduh dan warung, hanya ada penjual cilok dan minuman dingin saja, dan jembatan itu pula yang menandakan bahwa kita sudah memasuki wilayah kabupaten Palangkaraya.
Kurang lebih hampir satu jam saya melewati jembatan tersebut dengan suhu yang mencapai 38 derajat celcius jadi cukup memakan waktu lama untuk jarak 10 Km saja yang biasanya di tempuh paling lambat 30 menit.


Bahagia hati ini ketika sudah melihat plang selamat datang di kota Palangkaraya, walaupun titik finish masih ribuan kilometer lagi, tapi saya cukup puas dengan perjalanan selama dua hari menempuh 250 Km dan cuaca yang tidak stabil kadang hujan dan tiba-tiba panas. Memasuki kota Palangkaraya teman-teman komunitas sepeda setempat sudah menyambut kedatangan saya dengan hangat, diajak makan kuliner khas Palangkaraya dan menikmati wisata kota di Palangkaraya, saya merasa hutang budi sekali kepada semua kawan-kawan yang telah menyempatkan waktu dan tenaganya untuk memantau saya selama di perjalanan dari Banjarmasin menuju Palangkaraya, banyak wajah-wajah baru yang saya temui di 250 Km pertama pulau Kalimantan, kemudian saya berdiam diri di Palangkaraya selama 4 hari karena menunggu jadwal KRS dari kampus untuk melanjutkan semester berikutnya. Sekian dulu ya kawan-kawan cerita perjalanan ini, yang mana akan di lanjut beberapa episode selanjutnya, Maturnuwun, Terimakasih.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca= Melawan

 Ketika sedang maraknya huru-hara di negri ini, ada beberapa anak-anak yang berjuang demi mempertahankan kehidupannya di tengah hutan dari para cukong yang kerap kali membohongi mereka dengan surat-surat yang mereka tidak bisa membacanya, dan harus di cap jempol untuk tanda menyetujuinya.  Lantas cukong itu kembali dengan membawa sejumlah alat pemotong kayu untuk menebang pohon dan membangun lahan dan mengusir kehidupan orang-orang didalamnya dengan alasan surat yang sudah di setujuinya.  Dari situlah saya bilang bahwa membaca adalah melawan, melawan kebodohan, melawan pembodohan. Kita tak mesti sekolah tinggi, kita tak mesti mendapatkan ijasah. mampu membaca dan berhitung tapi kita bisa melawan atas kebijakan yang tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan prikeadilan saja kita sudah sangat merasa berjasa bagi kehidupan kita sendiri.  Membaca melawan ketidak adilan, membaca melawan kesenjangan sosial, membaca melawan segala kasus hak asasi manusia untuk melanjutkan hidupnya s

Prolog

Selamat datang Mungkin anda ingin mengetahui indonesia secara lebih dekat dengan beberapa pengalaman saya tentang daerah-daerah yang saya lalui selama penjelajahan saya menggunakan sepeda di indonesia, Ya, dari mulai suku, adat, budaya, dan agama. Dan mungkin beberapa cerita unik tentang dunia pendidikan atau juga dunia literasi di indonesia yang setiap daerah mempunyai cara berbeda-beda untuk mengembangkan hal tersebut. Dari mulai membahas ekonomi masyarakat, pergerakan pemuda karang taruna, dan bahkan kegiatan pencinta alam. Manusia hidup cuma satu kali saja, maka buatlah hal unik dalam hidupmu, untuk cerita anak cucu kita di hari esok, mungkin beberapa orang menganggap hal yang saya lakukan ialah hal yang gila, tapi saya menganggap masih banyak orang yang lebih gila dari saya, anda mengenal saya berarti anda sudah mengenal salah satu jenis kegilaan pada jiwa manusia heheheheh..... Selama kurang lebih sepuluh bulan saya mengelilingi indonesia, walaupun tidak sampai 34 pro

20.000 Dapet Do'a Apa..?

Sepulang dari expedisi Ziaroh Wali Songo pada mei-juni 2016, saya memilih jalur tengah yaitu dari madura-surabaya-mojokerto-kediri-nganjuk-madiun dan seterusnya sampai di jogja. Sesampainya di hutan mantingan Ngawi saat menuruni jalan, setelah tanjakan yang nggak ada ujungnya, sebuah motor matic menyalipku pelan dari belakang dan menyodorkan uang 20.000 rupiah dan orang itu bilang “tolong doakan saya mas”, lalu saya menjawab ya... Sambil tersenyum. Kemudian saat istirahat saya berfikir 20.000 dapet doa apa ya...? Hehehehe. Bukan saya mau menyepelekan uang 20.000, disini saya berfikir ketika semua orang mengukur segalanya dengan uang. Bukan hanya dalam hal tolong menolong saja, melainkan uang sekarang juga dijadikan tolak ukur bagi para penceramah, di dunia televisi ataupun nyata. Ketika segala sesuatu diukur dengan uang dimanakah harga diri seorang manusia berada, apa iya uang dapat membeli harga diri mereka..? Ya begitulah sekarang yang terjadi, dari mulai penceramah hingga