Langsung ke konten utama

BATAS TANPA BATAS

 

Setiap perjalanan selalu menyajikan suasana yang berbeda, dari mulai kontur jalan, pemandangan sekitar, sampai interaksi masyarakat sekitar. Kali ini melanjutkan perjalanan menuju ujung daripada negara ini yaitu Pos Lintas Batas Negara Indonesia dengan Malaysia, tepatnya di kab. Sambas Kalimantan Barat. 

Setelah ribuan kayuhan di pulau Kalimantan dari mulai Banjarmasin sampai Pontianak, hari ini melanjutkan perjalanan menuju kabupaten Sambas, salah satu kabupaten ujung dari negara Indonesia. 

06:30 

Mulai bergegas dari rumah kawan di Pontianak, sepeda terus melaju di atas aspal dengan kecepatan yang sangat rendah, cuaca panas walau masih pagi menyengat punggung sangat kejam. Pontianak salah satu kota yang di lewati oleh garis khatulistiwa mungkin menjadikannya sangat panas dan cuaca yang sulit untuk di prediksi. 

11:30

Mungkin sudah 3 sampai 4 kali berhenti sekedar minum dan memakan camilan ringan, menjelang adzan dzuhur berkumandang saya mengistirahatkan kaki dan merebahkan badan di salah satu masjid di samping kiri jalan antara kota mempawah dengan singkawang, selama kurang lebih menempuh jarak 60km dengan pemandangan pesisir pantai utara Kalimantan Barat dan perkampungan khas Kalimantan yaitu rumah kayu dan beberapa anak-anak orang tiong hoa (amoy) berkeliaran di sekitaran daerah yang saya lewati. Akhirnya saya bisa beristirahat cukup lama di masjid ini, dari mulai makan siang, tidur siang, sampai mandi dan cuci baju. Sambil menunggu jemuran kering ternyata badan cukup lelah dan tertidur cukup lama di mesjid ini, tak terasa sudah pukul 14:36 saatnya melanjutkan perjalanan menuju kota singkawang yang kurang lebih masih sekitar 40km ke depan. 

Kembali merapikan semua barang-barang dan memasang tas pada rak sepeda depan belakang, saya melanjutkan perjalanan menuju ujung barat pulau Kalimantan, panas yang masih lumayan terik dan mata yang masih menyisakan kantuk, energi cukup terkuras banyak dan ritme kayuhan pun semakin melandai, di tambah jalan semakin ke barat terlihat seperti perlahan menanjak. 

16:45 

Tak terasa dengan speed yang sangat rendah saya bisa memasuki kota singkawang sore ini, setelah melewati jalan yang amat sangat menjengkelkan, namun menyenangkan. Akhirnya saya dapat menginjakkan kaki di kota singkawang ini. Kota yang sejak pagi saya tunggu plang arah petunjuknya dan selalu saya hitung kilometernya. Singkawang kota yang saya jadikan tempat rest untuk satu malam, karena info dari teman-teman di Kalimantan bahwa singkawang adalah kota yang lumayan padat penduduk dan mudah menemukan Masjid atau penginapan. 

Tapi pada malam ini saya memilih beristirahat di sekitar kota dan menyewa penginapan murah meriah seharga Rp 80.000 saja saya sudah bisa beristirahat nyaman dengan fasilitas seadanya, yang terpenting baterai handphone dan powerbank terisi full dengan aman. 

Day 02, 

05:30

Saya sudah bangkit dari tidur risau dengan suara alarm yang saya atur sendiri, sengaja hari ini saya memasang alarm lebih pagi supaya start lebih cepat dan sore atau menjelang maghrib saya sudah tiba di perbatasan Indonesia dengan Malaysia. 

Setelah selesai menyiapkan semuanya dan sepeda sudah menunggu di ruang tamu penginapan, saya langsung bergegas menuju titik finish pada ekspedisi kali ini, ya Border Aruk Sajingan Kab. Sambas. Namun jarak itu masih amatlah jauh sekitar 150km dengan elevasi yang lumayan tinggi mencapai 700mdpl. Perasaan sudah mulai tidak percaya diri bahwa sore nanti akan tiba di Border. Namun, perjalanan ini harus saya lanjutkan dengan semangat demi menuntaskan rasa penasaran saya terhadap negeri Sambas yang konon titisan dari Kerajaan Brunei Darussalam. 

10:28 

Roda sudah berputar di kota Sambas, tanpa pikir panjang kota Sambas saya jadikan transit saja sebentar, karena mengejar sore harus sudah sampai di Border Aruk. Sedikit mendengar cerita dari pedagang kaki lima di pinggiran kota Sambas, mereka bercerita tentang mitos yang ada di Sambas dan beberapa sejarah Kerajaan di daerah itu yang sangat kental dengan melayu Islam. Tapi, cukup mendengar cerita saja dulu, planing saya Sambas akan menjadi tujuan explore terakhir setelah kaki ini mengknjakkan di perbatasan Indonesia dengan Malaysia. 

15:35 

Aruk sudah semakin dekat, plang penunjuk arah sudah mulai terlihat, jalan yang masih naik turun sangat menguras tenaga dan air minum, perasaan yang tidak begitu tergesa-gesa karena sudah akan memasuki titik akhir perjalanan ini. Namun, langit mulai menampakkan keindahannya dalam bentuk senja, dan hari semakin gelap tanpa lampu penerangan jalan membuat perjalanan terasa mencekam. Mengandalkan senter yang menempel di stang sepeda dan lampu belakang sebagai penanda kalau adanya kendaraan sedikit membuat terasa tenang dan rumah-rumah penduduk Aruk sudah mulai terlihat bak kunang-kunang. 

18:20



Saya sudah tiba di Aruk dengan mandi keringat dan mata yang sudah mulai buram dari pandangan, bergegas mencari tempat istirahat, menemukan sebuah penginapan murah meriah yang harganya tidak jauh beda dengan penginapan yang ada di kota singkawang kemarin. Beristirahat semalaman melepas lelah dan lemas bercampur dengan rasa bahagia dan bangga atas pencapaian diri yang penuh keterbatasan ini. 

Cukup sudah cerita singkat ini yang mungkin akan menjadi sebuah judul-judul cerita perjalanan dalam buku yang sedang di rancang dalam tempo yang tidak singkat dan tidak bisa di tagih secara terus menerus. Terima kasih pembaca..... 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca= Melawan

 Ketika sedang maraknya huru-hara di negri ini, ada beberapa anak-anak yang berjuang demi mempertahankan kehidupannya di tengah hutan dari para cukong yang kerap kali membohongi mereka dengan surat-surat yang mereka tidak bisa membacanya, dan harus di cap jempol untuk tanda menyetujuinya.  Lantas cukong itu kembali dengan membawa sejumlah alat pemotong kayu untuk menebang pohon dan membangun lahan dan mengusir kehidupan orang-orang didalamnya dengan alasan surat yang sudah di setujuinya.  Dari situlah saya bilang bahwa membaca adalah melawan, melawan kebodohan, melawan pembodohan. Kita tak mesti sekolah tinggi, kita tak mesti mendapatkan ijasah. mampu membaca dan berhitung tapi kita bisa melawan atas kebijakan yang tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan prikeadilan saja kita sudah sangat merasa berjasa bagi kehidupan kita sendiri.  Membaca melawan ketidak adilan, membaca melawan kesenjangan sosial, membaca melawan segala kasus hak asasi manusia untuk melanjutkan hidupnya s

Prolog

Selamat datang Mungkin anda ingin mengetahui indonesia secara lebih dekat dengan beberapa pengalaman saya tentang daerah-daerah yang saya lalui selama penjelajahan saya menggunakan sepeda di indonesia, Ya, dari mulai suku, adat, budaya, dan agama. Dan mungkin beberapa cerita unik tentang dunia pendidikan atau juga dunia literasi di indonesia yang setiap daerah mempunyai cara berbeda-beda untuk mengembangkan hal tersebut. Dari mulai membahas ekonomi masyarakat, pergerakan pemuda karang taruna, dan bahkan kegiatan pencinta alam. Manusia hidup cuma satu kali saja, maka buatlah hal unik dalam hidupmu, untuk cerita anak cucu kita di hari esok, mungkin beberapa orang menganggap hal yang saya lakukan ialah hal yang gila, tapi saya menganggap masih banyak orang yang lebih gila dari saya, anda mengenal saya berarti anda sudah mengenal salah satu jenis kegilaan pada jiwa manusia heheheheh..... Selama kurang lebih sepuluh bulan saya mengelilingi indonesia, walaupun tidak sampai 34 pro

20.000 Dapet Do'a Apa..?

Sepulang dari expedisi Ziaroh Wali Songo pada mei-juni 2016, saya memilih jalur tengah yaitu dari madura-surabaya-mojokerto-kediri-nganjuk-madiun dan seterusnya sampai di jogja. Sesampainya di hutan mantingan Ngawi saat menuruni jalan, setelah tanjakan yang nggak ada ujungnya, sebuah motor matic menyalipku pelan dari belakang dan menyodorkan uang 20.000 rupiah dan orang itu bilang “tolong doakan saya mas”, lalu saya menjawab ya... Sambil tersenyum. Kemudian saat istirahat saya berfikir 20.000 dapet doa apa ya...? Hehehehe. Bukan saya mau menyepelekan uang 20.000, disini saya berfikir ketika semua orang mengukur segalanya dengan uang. Bukan hanya dalam hal tolong menolong saja, melainkan uang sekarang juga dijadikan tolak ukur bagi para penceramah, di dunia televisi ataupun nyata. Ketika segala sesuatu diukur dengan uang dimanakah harga diri seorang manusia berada, apa iya uang dapat membeli harga diri mereka..? Ya begitulah sekarang yang terjadi, dari mulai penceramah hingga